Saturday, January 29, 2011

In Banda Aceh, May 2005

“ Hi apa kobar? Welcome to Banda Aceh “
Dengan logat yang sangat lucu, Mr. Billy menyapa ku dan kak Herto ketika pertama kali kami menapakkan kaki di Kota rencong Banda Aceh.
“ Baik sir, Thank you! “
Jawab kami hampir bersamaan.
Dan disanalah aku, menghabiskan waktu selama 3 bulan bekerja dengan International Aid. Malam pertama kulalui dengan sangat sulit, jam 4 pagi aku baru bisa memejamkan mata. Biasalah, malam pertama ditempat yang sangat asing.
Keesokan harinya, Mr. Billy memilihku jadi translatornya, sedangkan Kak Herto harus mendampingi Mr. Milo. Aku tersenyum diam-diam melihat wajah kak Herto yangditugasi jadi translatornya Mr. Milo.
“Mudah-mudahan aku kerja ama Billy”
Katanya ketika kami masih dibandara polonia
“Memangnya kenapa kak?” tanyaku
“Milo ngomong kaya kumur-kumur, aku gak ngerti” akunya
Mr. Milo emang udah 79 tahun, jadi wajar saja kalau dia ngomongnya kurang jelas.
Padahal aku udah siap banget kalau aku diminta jadi translatornya dia.
“ first we go to Satkorlak, then have a meeting with Drs of Zainoel Abidin”
Kata Mr. Billy ketika selesai sarapan.
“ Yes Sir!” jawabku singkat.
Aku emang masih belum terbiasa dengan bosku yang baru, aku masih segan banget, takut banget, and gak PD banget. Mana English ku pas-pasan, meskipun aku Sarjana jurusan English, tetap saja ngomongnya masih kacau.
Tapi anehnya aku gak pernah dapat complain dari Mr. Billy.

“ Can I call you Daddy? “ kataku suatu hari
Jujur saja awalnya aku ingin memanggil dia Daddy, karena aku merasa sangat tidak nyaman dengan budaya mereka yang mengizinkan orang yang  lebih muda memanggil nama pada orang yang lebih tua.  Usianya yang hampir 3 kali usiaku, mengharuskan aku menyapanya dengan gelar yang lebih sopan.
“ Sure, you are young enough to be my daughter”
“Thanks”
Maka sejak saat itu aku memanggilnya dengan sebutan ‘Daddy’ dan kami menyapa Mr. Milo dengan “ Grandpa”
“Hey, this is Saturday night!” ucapku riang pada saat kembali dari makan malam, sabtu itu.
“ What’s wrong with Saturday night?” Tanya Daddy kebingungan
“ Well Dad, young people usually have a date at Saturday night. Couple always go out, having a time, and enjoy them selves”
“Oh.. Poor Eva and Herto having a date with old American men”
“Yes, we don’t have any choice to make any date but Daddy and Grandpa”
Jawabku berlagak cemberut. Suasana saat itu memang asyik banget. Grandpa yang biasanya tidak bicara banyak berkelakar;
“ you have to be lucky Eva, we have enough experience how to treat a lady.”
“yes, our wife have trained us” tambah Daddy lagi.
Jadilah suasana menjadi semakin riuh. Sepanjang perjalanan bahkan sesampainya dirumah kami tetap bercanda. I enjoyed that moment very  much.
Tapi memang sudah menjadi hukum alam, dimana ada suka pasti ada duka, dimana ada tawa pasti ada air mata.
Malam yang sama aku dihakimi oleh kak Herto. Karena kesalahan kecil yang kulakukan aku mendapat serangan yang luar biasa darinya.
Sebelum pergi makan malam, seorang karyawan lain (data input person) mengeluh padaku. Dia bilang banyak sekali data yang belum sempat dia masukkan.
“ ya sudah, ntar malam aku bantuin kamu. Lagian kalau malam aku gak ada kerjaan” kataku padanya.
Setelah dapat izin dari Daddy, aku ambil laptop dan mulai mengerjakannya.
Kak Herto turun, dan duduk sambil memperhatikan aku. Perdebatan mulai muncul ketika aku memasukkan data pada kolom yang dia tahu tidak perlu dimasukkan. Kami sama-sama berkeras pada pendapat kami masing-masing. Aku tertegun ketika dia berkata bahwa aku sudah merusak pekerjaan orang lain.
“ Maaf kak!” kataku akhirnya sambil mengemasi barang-barangkul, berharap perdebatan itu tidak berlanjut.
Tapi ketika aku masuk ke kamar, dia masih tetap ngomel,
“ Ya sudahlah kak, aku minta maaf. “ kataku memelas
“Ini bukan soal maaf Va, ini pelajaran buatmu. aku tahu kau mau belajar tapi jangan sampai merusak pekerjaan orang”
“aku perhatikan kau orang yang terlalu berambisius, terlalu ngotot, bisa saja nanti kau akan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan keinginanmu” katanya panjang lebar
What? Give me a break, ternyata dia menilai aku sangat buruk. tapi yang gak bisa aku terima adalak ketika dia berkata;
“ aku sudah perhatikan kau sejak di Nias, sepertinya kau memiliki suatu penyimpangan?”
“ Penyimpangan Kak?” tanyaku tidak terima
“Penyimpangan yang seperti apa? Contohnya apa?”
Ternyata dia tidak bisa memberi contoh yang aku minta. Bagaimana mungkin dia menghakimi aku memiliki penyimpangan dan dia tidak bisa menjelaskannya sama sekali.
Aku cuma diam, aku memutuskan untuk tidur, berharap aku bisa melupakan semuanya, berharap aku bermimpi seorang pangeran berkuda datang dan membebaskan ku suasana ini. Tapi tetap saja, mataku memang terpejam, tapi hati ku marah, aku kecewa. Sepanjang malam aku menangis.
“ Morning! how’s your sleep young lady “ Tanya Daddy keesokan harinya
“ Morning Dad, I slept so well last night” jawabku berbohong.
Aku berharap aku bisa menyelesaikan sakit hatiku di Gereja. Tapi tetap saja, aku masih berontak. Aku pasrah, aku berharap waktu akan mengobatinya.
And thank God, minggu ketiga karena Grandpa dan Volunteer yang lain, Uncle Don, harus pulang ke Amrik, Kak Herto dan teman-teman yang lain juga harus pulang. Sementara Daddy memintaku untuk tetap tinggal dan bekerja untuk nya.

“ gak  mau…pokoknya aku mau bed yang itu “ teriakku pada bang Gu ketika kami pindah ke rumah IA yang baru.
“ Dad, please I want that cupboard” pintaku lagi pada Daddy
“ apa? Kau udah ambil tempat tidurku, sekarang kau mau lemari ku? Tidak..”
“ come on Daddy, tell him to give that cupboard for me “ rayuku pada daddy.
“ K. honey, you have another option. You can take one cupboard in my room.”
Dengan sangat bijak Daddy memecahkan masalah perebutan lemari. Daddy, Bang Gu, Yudi, bekerja keras memindahkan lemari yang begitu besar ke kamarku.
See..a nice young lady always get what she wants…..